Nama lengkapnya Adio Perwira, tapi kita - kita (teman-temannya.red) memanggil dia, Dio atau O.
Aku kenal Dio sudah cukup lama, kalo dihitung -hitung ... dari saat aku menulis ini ke belakang emmm 14 tahunan.
Keakraban aku dengan Dio makin dimulai ketika rumahku bertetanggaan dengan rumahnya. Orang tuaku melarangku untuk bermain jauh - jauh dari rumah begitu juga orang tua Dio. Wajar kondisi Aceh yang saat itu masih dalam kondisi perang membuat orang tua jadi overprotective terhadap banyak hal. Oiya rumah kami ini berada di komplek bagian atas yang sepi oleh anak - anak. Kebanykan teman - teman seusia kami waktu itu banyak yang tinggal di komplek bagian bawah. Setiap sore anak - anak komplek atas yang terdiri dari aku, Dio, kakak dan adiknya Dio, dan beberapa temen yang lain selalu bermain bersama (emang nggak ada anak kecil selain kami waktu itu.red)
Sekitar malam november 1999, rumah Dio dibakar sama sekelompok orang nggak dikenal (suspectnya anggota GAM.red). Saat itu aku kira Dio dan kelua serga sudah tak ada harapan untuk hidup. Dengan mata kepalaku sendiri, aku liat api yang berkobar besar keseluruh rumah Dio.
Alhamdulillah ternyata dugaan aku salah. Dio dan keluarga selamat, rumahnya juga tidak hancur, hanya berubah warna menjadi hit am. Pasca kejadian itu banyak orang yang melakukan eksodus (proses keluarnya masa dari sebuah tempat yang rawan ke tempat yang aman.red) termasuk aku dan Dio. Dio pindah ke Padang sedangkan aku ke Jakarta.
Tiga tahun berselang, tepatnya sekitar bulan Agustus 2002, Ayahku meminta aku untuk kembali ke Aceh. Sore hari pasca mendarat kembali ke Aceh, Dio dan ayahnya datang ke rumahku. Dio teman yang pertama kali datang menyambangiku pasca kembali ke Aceh .
Waktu duduk di kursi SMP, tiga tahun berturut - turut aku sekelas dengannya. Bicara personality Dio sahabat yang baik, dan humoris. Dia juga pintar dalam pelajaran hanya sedikit childish saja. Dalam hal pelajaran, peringkat kami selalu kejar kejaran. Kalau Dio berada di peringkat satu aku tepat di bawah peringkatnya begitu sebaliknya sampai kelulusan membuat kami terpisah lagi.
Uniknya selama SMP kami selalu berada di tempat les yang sama, kebetulan kita mengikuti beberapa kursus. Bukan tanpa di sengaja, Aku, Dio bersama teman - teman lainnya kompak untuk belajar bersama.
Saat SMA kami nggak sama - sama. Dio bersekolah di Padang Panjang, Sumatera Barat, sedangkan aku di Lhokseumawe, Aceh. Menjelang kelulusan SMA ternyata kita sama - sama pengen lanjut di ITB (Institut Teknologi Bandung) dan akhirnya kita janjian bakal bareng - bareng masuk ITB. Sayangnya banyak hal berkata lain, Dio berhasil lulus di ITB sedangkan aku tidak. Yaaah mau apa rejeki orang kan beda beda tho.
Pertemuan terakhir aku dengan Dio itu tepat satu tahun yang lalu. Dio yang baru selesai masa matrikulasi (prakuliah.red) di ITB mengajak aku untuk keliling - keliling bandung. Kebetulan aku juga baru selesai ikut bimbingan belajar di Bandung. Hampir sepuluh jaman la kita habiskan bermain sama - sama keliling Bandung, hehehe.
Jujur saja, banyak hal yang aku pelajari dari Dio. Kerja keras untuk mencapai keinginannya yang beitu besar patut di contoh banyak orang (dia sudah membuktikannya lhoo.red). Ketekunannya, rasa humoris yang tinggi membuat dirinya menjadi sahabat yang tak terlupakan.
Dio yang saat ini seorang mahasiswa berbeda dengan Dio yang seorang siswa. Dio yang lebih dewasa (no childish anymore, hahaha.red), Dio yang ngomongya "ELO" "GUE" hahaha ...
Sukses for my besties, Dio.
Sukses untuk kita bersama.
aaamin